Sabtu, 26 Februari 2011

Remaja Care

Bagaimana sikap kita terhadap perkembangan anak
- Orang Tua : Ketika masih dalam kandungan ortu sangat protective terhadap segala sesuatu yang akan membuat respon bagi sang bayi lebih dikenal sebagai pelindung sampai kita dilahirkan ke dunia. Tahapan usia kita dari bayi sampai berumur kira 6 bulanan ortu lebih tepatnya berperan sebagai transleter untuk mengerti dunia luar dan mengerti apa yang kita inginkan. Dari umur 6 bulan sampai sekitar 3 atau 4 tahun ortu lebih cenderung berperan sebagai guru besar kita yang mengajarkan berbagai hal baru baik secara sengaja atau tidak disengaja. nah..hati-hati pada usia ini anak-anak capat sekali menerespon segala sesuatu terutama dari perilaku ortunya, sebaiknya ortu memberikan atau menampakkan hal-hal positif yang lebih banyak daripada negatif, karena hal negatif juga tidak bisa dihindari 100% hindari penggunaan kata "jangan". Dari rentang usia 3 atau 4 tahun sampai dengan 8-10 tahunan anak-anak mulai lebih banyak merespon pengaruh dari luar ( lingkungan, orang lain), ortu lebih bijak akan bersikap sebagai pemandu atau pengarah atau juga pembina yang memberikan trik yang hebat tanpa harus memaksakan " jangan", " itu tidak boleh", atau dengan kata lainnya yang mengandung pelarangan, tetapi mengarahkan bagaimana memahami dan mengenali suatu hal yang lebih baik dilakukan kepada anak, sehingga ia mengerti dan memerintahkan dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal-hal yang negatif. Rentang usia 10 tahun sampai dengan 15 atau 16 tahunan, si anak sudah memasuki usia baligh ( kedewasaan) sudah mulai dapat berpikir sendiri dan sudah dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk tanpa pengarahan sebelumnya. upss, ini dia massa awal yang rentan terhadap munculnya pergaulan bebas. Kenapa ??? Karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti pertumbuhan hormon primer dan sekunder yang di tandai membesarnya bagian-bagian body tertentu, kematangan organ seksual awal, mulai timbul rasa suka terhadap lawam jenis, mulai melakukan pencarian siapa dirinya dan karakter sejatinya seperti apa. hal ini sangat memudahkan bagi anak ( remaja awal) untuk mengambil keputusan yang lebih dominan negatif ya tentunya satu alasan yang sangat mewakili dari semua yang ada yaitu hedonism. Disini terungkap jelas bagaimana pentingnya peranan agama terhadap perkembangan Psikis dan mental anak, semakin dini usianya mulai diajarkan dan di pahamkan mengenai adanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa tentang perintah dan larangannya serta sebab musababnya, akan semakin bagus untuk perkembangan mereka, hal ini sangat membantu mereka untuk protective terhadap radikal bahayanya lingkungan dan pergaulan bebas (negatif).orang tua lebih bijak untuk bersikap sebagai pengingat, sebagai dai bagi mereka. Usia 15 atau 16 tahun sampai dengan usia 20/22 tahun, yaitu masa lanjutan dari remaja awal menuju dewasa, pada masa usia ini remaja membutuhkan perhatian yang lebih dari orang disekitarnya terutama dari orang yang ia percaya tempat ia mencurahkan keluh kesahnya, kebanyakannya mereka memilih teman satu sekolah atau satu komplek atau satu tim dan jarang memilih ortu. Nah disini peran ortu bijak yang agak sulit karena mereka harus bisa bertransformasi menjadi seperti teman mereka, bukan sebagai pemberi nasehat, pemberi larangan ini dan itu, pemberi izin ini dan itu. yah.. jadi teman mereka bukan sebagai ortu, karena ketika ortu bersikap sebagai ortu si anak akan merasa sering di adili dan hakimi dan kemudian timbul pikiran " ah..mau cerita sama siapa?? sama ortu g' mungkin mereka pasti ngelarang ini ngelarang itu belum cerita aja udah diceramahin dulu .."  dan berceritalah ia pada temannya dan ortu tidak tahu apa yang dialaminya. Inilah mulai "kebobolan" protective ortu. kenapa ortu dianjurkan brsikap sperti temannya? si anak lebih terbuka pada temannya karena temannya MENERIMA saja apa yang ia sampaikan dan memberi solusi jika diperlukan, cenderung dari ortu belum dapat membebaskan mereka bercerita dengan mereka. padahal akan lebih kuat daya protecnya jika anak/remaja bercerita pada ortu, dengan begitu ortu tahu apa yang dialami oleh anaknya dan apa yang kira-kira bakal ia lakukan setelah kejadian suatu hal tsb dan ortu juga berkesempatan besar untuk meminimalisir jatuhnya anak dalam pergaulan bebas (negatif). ortu bijak akan kreatif bertarnsformasi menjadi seperti sosok yang ia butuhkan, apakha sebagai ortu, sebagai saudara, sebagai dai, sebagai teman, sebagai penghibur dll, namun tetap dalam konteks yang sesuai dengan syariat Agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar